RSS
Write some words about you and your blog here

Prinsip Cost History vs Fair Value

NAMA   : ARDI NUGRAHA
NPM      : 20208167
KELAS  : 4EB05

  1. Historical Cost.
Menurut Suwardjono (2008;475) biaya historis merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ekstern, baik yang menyangkut aktiva, utang, modal dan transaksi lainnya.
  1. Fair Value.
Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar dan tanggal pengukuran (Perdana, 2011) FASB, dalam Statement yang terbaru 157, pengukuran fair value mengesahkan fair value sebagai exit value, dengan tanda setuju dari IASB kepada beberapa reservasi minor : “ fair value adalah harga yang akan diterima dengan menjual satu aset atau yang dibayar untuk memindahkan suatu kewajiban dalam transaksi antara peserta-peserta pasar di tanggal pengukuran.” (Penman, 2007;33). Menurut Suwardjono (2008;475) fair value adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk suatu obyek dalam suatu tranksaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai adalah nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen.
Bagaimana sudah agak mengerti kan perbedaanya dari kedua metode penghitungan biaya tersebut ?
Pada kenyataannya, dunia bisnis lebih mengandalkan data-data pasar di banding dengan data-data historis, hal ini membuat angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi tidak handal lagi, laporan keuangan tidak dapat meng-capture kondisi keuangan saat ini dalam angka-angka yang disajikannya karena angka-angka tersebut merupakan refleksi dari masa lalu.

Pergeseran ini membuat para pakar akuntansi mulai memikirkan jalan keluar atas masalah ini, buat apa ada laporan keuangan yang dihasilkan dari aktifitas accounting tetapi pada akhirnya laporan keuangan tersebut tidak dapat berbicara dengan tepat.
Dimulai dari konvergensi akuntansi internasional yang sering membicarakan harmonisasi akuntansi antar Negara diseluruh dunia, mulai terpikir untuk memformulasikan standar acuan yang tepat untuk merubah mindset akuntansi ini. International Financial Reporting Standard (IFRS) yang saat ini telah menjadi acuan standar akuntansi di seluruh dunia. Didalam IFRS tersebut terlihat dengan jelas bagaimana akuntansi berubah dari historical value menjadi fair value (yang merupakan refleksi dari market value).
Keunggulan menggunakan Historical Cost :
1. hasil penilaiannya dapat di verifikasi
2. memberi data yang dapat di bandingkan
3. tidak menyajikan holding gain and loss
4. menyajikan data yang dapat berguna untuk pengambilan keputusan bagi manajemen dan investor, data yang di gunakan dapat memprediksi masa depan
Kelemahan menggunakan Historical Cost Menurut Muijono :
1.      adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu pada saat tertentu akan di bebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah di tetapkan beberapa periode yang lalu pada saat terjadinya pencatatan biaya tersebut.
2.      nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah jika di bandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang sekarang.
3.      alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi, akan di bebankan terlalu kecil dan akan menagkibatkan laba di hitung terlalu besar.
4.      laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit tdak lah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang berlangsung.
5.      perusahaan tidak akan mempertahankan real capitalnya dan ada kecenderungan terjadinya canibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan pembagian laba yang lebih besar daripada semestinya.
6.      menyalahi mathematical principle karena berbaai himpunan yang tidak sama dijumlah kan menjadi satu, dan
7.      disamping hal-hal diatas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan laporan akuntansi yang disusun berdasarkan asumsi adanya stable monetary unit setelah mengetahui mengenai historical cost, saya akan menjelaskna mengenai fair value accounting sehingga kita dapat membandingkan antara keduanya..
keunggulan menggunakan Fair Value menurut Penman (2007:33) :
1.      investor-investor berkaitan dengan nilai bukan biaya, maka melaporkan fair value
2.      dengan berlalu nya waktu harga historis menjadi tidak relevan didalam menaksir posisi keuangan suatu entitas. harga menyediakan informasi terbaru sekitar nilai dari asset-asset.
3.      akuntansi fair value melaporkan asset dan kewajiban dalam carayang ekonomis akan memperhatikan mereka ; fair value mencerminkan unsur pokok ekonomi yang benar
4.      akuntansi fair value melaporkan economic income
5.      fair value adalah pengukuran berbasis pasar yang tidak di pengaruhi oleh faktor-faktor khusus untuk entitas tertentu.
Kelemahan dari Fair Value menurut Tim Krumwiede (2008:38) :
1.      opurtunistik dan ketidakjujuran manajemen dapat mengambil keuntungan dari penilaian dan estimasi yang digunakan dalam proses manipulasi dan mengurutkan angka pada hasil dalam angka pendapatan yang di inginkan.
2.      meskipun bermaksud baik namun perkiraan manajemen mengenai fair value bisa menjadi salah pada luas berbagai prediksi dan asumsi yang salah