RSS
Write some words about you and your blog here

Kehidupan Malam Jakarta

Belakangan ini saya menderita karena saya teramat sulit untuk memejamkan mata, walau sudah teramat mengantuk sekalipun, terutama di malam hari. Padahal minggu ini adalah minggu ulangan yang menuntut daya tahan ekstra dalam menjalaninya. Akibat sulit tidur itu, ketika malam hari saya telah penat belajar menghadapi ujian, saya mencoba berjalan berkeliling lingkungan, hal yang amat jarang saya lakukan terutama pada saat menjelang tengah malam.
Dalam perjalanan itu, saya melihat secara nyata dan gamblang apa yang sesungguhnya dinamakan kehidupan malam di Jakarta. Menyadari bahwa tak semua pekerja malam itu negatif. Berikut di antaranya pekerja malam yang saya temui tadi malam :
1. Penjaja makanan
2. Tukang sekoteng keliling.
3. Pemulung.
Mirisnya, dua dari tiga profesi tersebut diwarnai oleh anak-anak yang belum waktunya bekerja, apalagi di tengah malam. Penjaja nasi goreng yang membawa anaknya berkata bahwa anaknya sekadar membantu dirinya berjualan dimalam hari, ketika saya agak lancang menanyakan apakah anak tersebut sekolah, penjaja nasi goreng itu yang kebetulan seorang wanita -selama ini saya hanya melihat pria yang menjajakan nasi goreng di malam hari- mengatakan bahwa anaknya masih sekolah di Sekolah Dasar di bilangan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, anaknya itu sepulang sekolah beristirahat dan belajar, sekitar pukul 3 sore ia membantu ibunya mempersiapkan dagangan dan kemudian sekitar pukul lima sore mereka berangkat berjualan, untungnya tidak keliling, melainkan memiliki kavling tetap yang perbulannya harus setor kepada ketua Rt dan ‘keamanan’ setempat. Ah, lagi-lagi birokrasi di Indonesia.
Untuk pemulung, saya tidak sempat menanyakan hal tersebut, saya hanya melihatnya berjalan berdua, mungkin kakak beradik. Kakaknya yang saya lihat dari perawakannya belum mencapai usia Sekolah Menengah Pertama menarik gerobak yang berisi barang-barang berharga hasil buruan, semisal botol plastik dan kardus-kardus bekas. Sementara sang adik yang masih mungil duduk di dalam gerobak memilah-milah hasil buruan tersebut, sungguh miris apabila kita mengingat seharusnya berada di mana mereka, mereka seharusnya berada di rumah dan tidur nyenyak bersiap berangkat sekolah esok pagi, namun keadaan ekonomi mereka memaksa mereka bekerja di tengah sunyi malam.
Teringat oleh saya ucapan guru Pendidikan Pancasila yang menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan serta setiap anak terlantar dan gelandangan dipelihara oleh pemerintah rasanya masih jauh dari realita, masih banyaknya warga negara terutama anak-anak yang menjadi objek dan subjek pencarian nafkah oleh orang tuanya, maupun oleh ‘oknum penanggung jawabnya’ yang bertampang sangar seperti yang banyak dilukiskan oleh sinetron balada saat ini menggambarkan secara nyata bahwa sebenarnya ada yang salah dalam pembangunan, ada yang salah dalam sistem perundangan, atau malah ada yang salah dalam penjalanannya.

0 komentar:

Posting Komentar